Krisis Keuangan Global
A. Sejarah
Krisis Keuangan Global
Krisis keuangan sudah terjadi
sejak tahun 1930-an dimana terjadi juga resesi keuangan pada tahun itu namun
dampaknya tidak terlalu meluas. Kemudian terjadi lagi krisis keuangan pada tahun
1990-an hingga tahun 2001 dimana terjadi krisis keuangan di beberapa
negara dalam kurun waktu yang berbeda. Beberapa diantaranya adalah,
Meksiko yang terkena krisis pada tahun 1995-an, dan negara negara di Asia
mengalami krisis pada tahun 1998, kemudian pada tahun 1998 juga terjadi krisis
di Rusia. Dan brazil tahun 1999, lalu Argentina dan Turki menyudul mengalami
krisis keuangan juga pada tahun 2001.
Dan dari awal krisis keuangan yang tidak meluas ini menimbulkan
kekhawatiran bahwa akan terjadi lagi krisis keuangan meskipun tidak dapat di
prediksi kapan terjadinya.
Dan kekhawatiran akan
krisis keuangan tersebut terjadi pada tahun 2008
namun kali ini skalanya lebih luas, menjadi krisis keuangan global tidak
hanya terjadi di beberapa negara saja melainkan secara global. Diawali dengan
adanya peristiwa Subprime Mortgage pada tahun 2007, peristiwa
ini dikarenakan bank memberikan pinjaman terhadap pinjaman perumahan dengan
skala yang besar, terutama pada peminjam “sub-prime” istilah sub-prime
sendiri diperuntukkan untuk peminjam yang tidak layak karena tidak mempunyai
jaminan bahkan tidak memiliki penghasilan yang tetap. sehingga terjadi banyak
kredit yang tidak lancar, dan banyak yang gagal dalam membayar, alhasil,
membawa perekonomian di Amerika Serikat berjalan dengan lambat.
Karena adanya
kemacetan dari kredit pembayaran tersebut lah yang menyebabkan beberapa lembaga
keuangan di Amerika Serikat mengalami kebangkrutan karena jaminan yang
diberikan oleh perusahaan pembiayaan kredit properti merupakan surat utang atau
yang disebut subprime mortgage securities yang kemudian dijual kepada lembaga
investasi dan juga investor yang ada di beberapa negara. padahal, sudah
disebutkan bahwa pinajaman kebanyakan diberikan kepada peminjam yang tidak
memiliki jaminan dan juga tidak memiliki penghasilan tetap.
Dengan adanya
tunggakan kredit properti beberapa perusahaan pembiayaan yang memberikan surat
utang tidak bisa memenuhi kewajibannya terhadap lembaga keuangan. Karena
perusahaan tersebut tidak dapat membayar akibatnya lembaga keuangan
tidak memiliki dana aktiva untuk membayar kewajiban juga. Karena hal itulah
yang menimbulkan efek domino hingga lembaga keuangan tersebut yang memberi
pinjaman menjadi terancam bangkrut. Kemudian krisis ini semakin meningkat
dengan pesat pada tahun 2008 bulan September, terutama karena adanya
kegagalan bank investasi Amerika Serikat yang bernama Lehman Brothers. Dengan
tumbangnya bank investasi ini menyebabkan dua agen hipotek Amerika Serikat
Fannie Mae dan Freddie Mac dinasionalisasi dimana keduanya memiliki $5 Triliun
hipotek, dan juga nasionalisasi perusahaan asuransi paling besar di dunia yaitu
American International Group (AIG).
Kemudian faktor lain
yang ditimbulkan dari permasalahan ekonomi yang dimiliki AS juga meluas hingga
membuat harga saham di seluruh dunia menjadi tumbang dan banyak lembaga
keuangan yang bangkrut dari negara maju ataupun negara berkembang. Akibat dari
hal ini menimbulkan adanya kehilangan kepercayaan yang tinggi, tidak hanya di
keuangan mempengaruhi ke bisnis juga. Dan selama periode krisis ekonomi berlangsung,
pemerintah di berbagai dunia melakukan tindakan apapun untuk mendukung sistem
keuangan mereka, dan pada akhir 2008, IMF kemudian memberikan bantuan
stabilisasi kepada negara Islandia, Pakistan dan beberapa negara yang ada di
Eropa Timur.
B. Penyebab Krisis
1. Mispersepsi dan
kesalahan manajemen pengambilan resiko
Persepsi resiko
berkurang ketika waktu sedang baik. Investor meyakinkan diri
mereka untuk berinvestasi. Namun ketika siklus berputar, terjadi
peningkatan pada penghindaran resiko oleh investor. Investor cenderung “terbang
ke tempat aman” daripada “pencarian hasil”. Seperti yang terjadi di Amerika
Serikat dan negara-negara Eropa. Dengan adanya harapan bahwa harga rumah akan
terus naik, rumah tangga di AS dan Eropa dengan tidak hati-hati memnijam untuk
membeli dan membangun rumah. Hal ini mengakibatkan jumlah hipotek rumah yang
besar dan terus meningkat. Hipotek tersebut diberikan kepada pihak yang
secara keuangan tidak mampu membayarnya. Hipotek
subprime ini kemudian dikemas menjadi mortgage-backed securities (MBS)
dan dijual kepada investor pasar kredit.
Hal ini kemudian
diperkuat ketika investor menggunakan leverage yaitu membeli
aset menguntungkan dengan pinjaman ketika harga aset naik. Hal ini dilakukan
investor karena semua keuntungan di luar bunga tidak jatuh ke tangan peminjam
melainkan ke tangan investor. Namun, jika harga aset turun, leverage tersebut
justru memperbesar kerugian yang dialami investor. Peminjaman beresiko tersebut
sebagian besar dilakukan oleh investor yang mencari keuntungan jangka pendek
dengan “flipping” rumah dan oleh peminjam “subprime” yang
memiliki resiko gagal bayar yang tinggi karena pendapatan dan kekayaan mereka
yang relatif rendah dan/atau mereka melewati pembayaran pinjaman di masa lalu.
2. Suku
bunga rendah
Suku bunga kebijakan
di negara-negara ekonomi utama mencapai tingkat yang sangat rendah dalam
sejarah. Imbal hasil obligasi di negara-negara tersebut juga sangat rendah.
Namun, berdasarkan pandangan dari banyak pengamat, permintaan investor yang
kuat mendorong penurunan suku bunga. Investor tersebut diantaranya ialah bank
sentral dan lembaga pemerintah lainnya di negara berkembang dan industri yang
mengumpulkan cadangan devisa.
3. Kurangnya
regulasi keuangan yang tepat
Hal ini menjadi penyebab
krisis yang paling penting. kekurangan ini termasuk persyaratan modal yang
kompleks pada produk keuangan seperti collateralised debt
obligations (CDOs) atau kewajiban hutang yang dijaminkan, penggunaan
peringkat dalam pengaturan bank oleh lembaga pemeringkat swasta, cara lembaga
pemeringkat kredit yang telah diatur, dan struktur pengaturan imbalan dan
insentif pengambilan resiko yang mereka ciptakan. Banyak bank yang aktif secara
internasional gagal memahami atau mengelola resiko yang terlibah dalam produk
dan pasar keuangan dengan tepat.
C. Akibat Krisis Keuangan Global
1. Jatuhnya
pasar saham di seluruh dunia tahun 2008 sekitar 31% di Inggris hingga 50% di
Italia, 34% di AS di antara negara-negara maju dan 24% di Meksiko hingga 65% di
China dan Russia di antara negara-negara berkembang.
2. Pemotongan
kapitalisasi bank hingga lebih dari setengahnya yaki dari lebih dari $8 triliun
pada akhir 2007 menjadi $4 triliun pada setahun setelahnya. Perbankan investasi
di AS kedepannya akan dilakukan sebagian besar oleh bank komersial di bawah
ketetapan yang lebih ketat dan tidak begitu spekulatif dengan izin berdasakan
Undang-Undang Dodd Frank yang pada Juli 2010 ditandatangani oleh Presiden
Obama.
3. Seluruh
negara maju terjerumus ke dalam “resesi besar” yang terdalam sejak periode
pasca perang dengan penurunan PDB riil sebesar 2,4% di AS; 4,1% di kawasan
Eropa; 4,9% di Inggris; dan 5,2% di Jepang tahun 2009.
4. Seluruh
ekonomi pasar berkembang yang terpenting dan terbesar jatuh ke dalam resesi
dengan PDB riil yang turun dari 0,2% di Brasil menjadi 6,6% di Meksiko dan 7,9%
di Rusia tahun 2009. Di Cina, India dan Indonesia antara rahun 2008-2009 hanya
mengalami pelambatan PDB riil dari 9,6% menjadi 9,1% di Cina, di India dari
7,3% menjadi 5,7%, dan di Indonesia dari 6,0% menjadi 4,5%. Namun, perlu
ditunjukkan bahwa China, India, dan Indonesia membutuhkan tingkat pertumbuhan
yang sangat tinggi guna merasuk ke dalam ekonomi pasar segmen penduduk mereka.
5. Krisis
menyebar ke pasar negara berkembang dengan jeda satu setengah tahun melalui
sektor riil ketika krisis keuangan menyebar dari AS ke nagara-negara maju yang
lain melalui sektor keuangan. Sektor riil yaitu dari pengurangan impor dari
negara-negara maju yang resesi dari ekonomi pasar berkembang dan penurunan arus
modal lintas batas secara tajam.
Pada dasarnya, dampak
krisis keuangan global akan berbeda di setiap
negara. Hal ini karena bergantung pada kebijakan yang diambil oleh suatu negara
dan dasar ekonomi dari negara yang bersangkutan. Dampak krisis yang besar telah
menyababkan penoreksian proyeksi tingkat pertumbuhan ekonomi di dunia.
D. Permasalahan dalam
Krisis Keuangan Global
1. Berkurangnya
Peran Negara
Fundamentalisme pasar
mengakibatkan peran negara yang berkurang. Krisis keuangan global membuat banyak
negara, baik negara berkembang maupun negara maju melakukan privatisasi.
Privatisasi merupakan kegiatan penjualan perusahaan public Sebagian maupun
seluruhnyaa oleh pemerintah kepada para investor untuk meningkatkan keuntungan
bagi negara maupun masyarakat. Privatisasi juga dapat dilakukan dengan tujuan
tertentu misalnya karena pemerintah membutuhkan dana cepat untuk suatu hal.
Salah satu organisasi
internasional, The International Financial Institutions (IFIs),
melakukan pemberian syarat bagi negara berkembang yang ingin meminjam uang dalam
organisasi ini dengan tujuan pembatasan pinjaman. Pembatasan ini meliputi
pengeluaran dana untuk Pendidikan, Kesehatan, subsidi, serta transfer lainnya
yang mudah terdampak pada jarring pengaman sosial yang cenderung tidak
konsisten dengan kebijakan pengentasan kemiskinan. Maksimalisasi lapangan kerja
juga bukan merupakan tujuan utama pemerintah serta melupakan bahwa pekerja yang
dibayar dengan baik merupakan jarring dan media yang aman dan efektif untuk
stabilitas sosial.
Krisis membuat
perekonomian negara di seluruh dunia menjadi porak-poranda, terlebih negara
yang menggantungkan perekonomiannya dalam ekspor komoditas sumber daya alam.
Banyak perusahaan terpaksa ditutup karena banyaknya hutang yang tidak mampu
dibayar, yang juga memengaruhi dalam pertumbuhan pengangguran. Masalah
pengangguran tidak dapat dihindari dan bukan hanya berkaitan dengan lapangan
pekerjaan, namun kualitas sumber daya manusianya yang rendah. Kesenjangan juga
semakin lebar yang sangat terlihat yaitu misalnya dalam distribusi pendapatan
yang sangat anjlok serta kemampuan antar sumber daya manusia. Masalah
pengangguran yang terus dibiarkan akan menyebabkan krisis sosial yaitu
kemiskinan. Namun, hal diatas kurang menjadi perhatian oleh Negara sehingga
peran negara sangat berkurang dalam kondisi krisis.
2. Globalisasi
dan Perdagangan Bebas
Perdagangan
internasional, keuangan, serta investasi yang meningkat secara drastic turut
pula membuat krisis finasial menjadi fenomena global. Pengintegrasian ekonomi
memang menguntungkan semua pihak yang berpartisipasi, namun Ketika beberapa
ekonomi hancur secara finansial, maka semuanya akan ikut terdampak. Globalisasi
disini dapat memunculkan masalah dalam krisis dimana dapat menyapu semua
perekenomian negara di dunia. Sama halnya dengan Ketika terdapat goncangan
ekonomi dalam organisasi regional yang nantinya akan memengaruhi seluruh negara
anggota. Kemudian, permasalahan baru lainnya yang muncul yaitu berkaitan denga
perjanjian perdagangan bebas. Krisis dapat terjadi dengan secara cepat dan mungkin
tidak diperkirakan sebelumnya. Perjanjian perdagangan bebas tidak memberikan
banyak ruang kebijakan ekonomi guna menerapkan strategi penyesuaian jika
terjadi krisis.
3. Kelemahan dari Sistem Keuangan Global
Adanya kelemahan sistemik dari sistem keuangan global. Menurut IMF
dengan adanya kelemahan regulasi yang merupakan permasalahan sistemik dalam
ekonomi Amerika Serikat dapat mengakibatkan terjadinya krisis keuangan global.
Hal tersebut dikarenakan jika terjadi masalah dalam sistem keuangan, maka tidak
hanya mengganggu intermediasi keuangan atau perantara keuangan yang bertindak
sebagai perantara antara dua pihak dalam transaksi keuangan. Namun dengan
adanya kelemahan sistem tersebut juga, dapat menyebabkan masalah lainnya,
seperti merusak adanya efektivitas dalam kebijakan moneter, memperburuk adanya
kemerosotan ekonomi, memicu terjadinya pelarian modal bahkan memberikan tekanan
tersendiri bagi nilai tukar. Oleh karena itu adanya sistem keuangan yang kuat dan
tangguh yang disebabkan dengan adanya pengaturan dan juga pengawasan yang baik
sangat berperan penting untuk kestabilan ekonomi dan keuangan baik domestik
maupun internasional.
Komentar
Posting Komentar