Kosmopolitanisme

Kosmopolitanisme merupakan pandangan filsafat moral yang memberikan perhatian model pemerintahan global dengan mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan dalam rangka menciptakan perdamaian dunia. Kosmopolitan muncul untuk memberikan alternatif diantara dua ketegangan ideologi yaitu liberalisme-kapitalisme dan komunisme-sosialisme. Kosmopolitanisme secara epitemologi berasal dari Bahasa Yunani Kosmos yang berarti dunia dan Polites yang berarti warga. Kosmopolitanisme secara sederhana didefinisikan sebagai warga dunia yang tidak terbatas atau terkotakan oleh suatu suku bangsa tertentu serta memberikan aturan yang mengatur apa yang harus dilakukan oleh manusia dan sebaliknya.

Kosmopolitanisme menurut Adam Gannaway (2009) yaitu suatu pedoman yang dianggap benar oleh world citizen dimana manusia berada dalam tatanan kode etik dan politik global. Immanuel Kant menjelaskan kosmopolitanisme sebagai teori yang dipahami sebagai pengetahuan akan manusia sebagai pelaku entitas politik dunia. Pemikiran Immanuel Kant atas kosmopolitanisme termasuk kosmopolitanisme yang lebih modern dengan tujuan menciptakan dan mengembangkan eksistensi cosmopolitan universal. Ciri khas dari kosmopolitanisme yaitu meleburkan identitas dalam interaksi di hubungan internasional.

Gagasan kosmopolitanisme muncul sebagai akibat dari persaingan sengit antara dua ideologi besar sebagaimana yang dikemukakan fakta sejarah bahwa persaingan tersebut membentuk tatanan dunia setelah Perang Dunia II. Gagasan ini mengupayakan agar konflik perang besar yang merugikan baik secara material dan non material antar negara dapat dihindari jika semua warga dunia memiliki perasaan yang sama yaitu sebagai komunitas bersama. Kosmopolitanisme erat kaitannya dengan ‘world citizenship’ yang berarti seseorang tidak mengidentifikasikan dirinya pada identitas tertentu. Pemikiran kosmopolitanisme termasuk ke dalam induk teori normative hubungan internasional yang berkomitmen kepada praksis hubungan internasional melalui penawaran solusi terhadap prospek transformasi global. Kosmopolitanisme memandang bahwa dunia sebagai satu kesatuan yang utuh, masalah yang dihadapi suatu negara merupakan masalah bersama. Kosmopolitanisme menghapuskan batas-batas wilayah negara dalam membangun solidaritas sosial.

Etika kosmopolitanisme yaitu sikap moral dengan pandangan bahwa seluruh individu mempunyai nilai dasar yang sama mengenai konsep kemanusiaan, kesetaraan, dan keadilan walaupun terdapat perbedaan seperti ciri fisik, budaya, keyakinan, orientasi hidup, dan lainnya. Nilai kemanusiaan bersifat universal sehingga semua pihak harus menghapuskan semua perbedaan yang menghambat pengakuan terhadap nilai-nilai yang dimiliki bersama. Kosmopolitanisme tidak percaya terhadap komitmen moral negara karena negara akan selalu bertindak berdasarkan kepentingannya, sehingga solusinya yaitu pemberdayaan individu yang terlepas dari sekat kedaulatan dan kepentingan nasional. Istilah “bottom-up” pada umumnya digunakan oleh para actor non-negara seperti kelompok masyarakat sipil yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan.

Kosmopolitanisme memiliki tujuan yaitu menciptakan perdamaian dengan melalui peningkatan edukasi moral warga negara. Kosmopolitanisme juga menjunjung hak individu yang diatur oleh institusi negara dan negara harus bisa memberikan freedom serta bertanggung jawab atas perlindungan pada warga negara (Cheah, 2006). Kosmopolitanisme membahas mengenai penggunaan institusi sebagai jembatan guna mengaktualisasikannya. Dalam kosmopolitanisme, perbedaan bukanlah halangan untuk menciptakan kondisi damai. 

Perjuangan nilai kemanusaiaan dalam kosmopolitanisme dapat melalui elemen-elemen misalnya geografis, gender, ideologi, kebudayaan, nasionalisme, dan lainnya. Selain itu, Kosmopolitanisme membentuk komunitas yang utuh yang disebut Citizen of The World sehingga semua manusia memahami bahwa mereka memiliki peran significant dalam menciptakan perdamaian karena persamaan martabat dan perhatian



Komentar

Postingan populer dari blog ini